Pesona Ijen di Ujung Timur Pulau Jawa

Tahun 2017 sudah berganti dengan Tahun Baru, 2018. Semangat baru, harapan, impian dan deretan rencana yang belum dapat direalisasikan di Tahun 2017, dan pastinya mendapatkan jatah cuti pekerjaan lagi. hehehe... dan ternyata jatah cuti ku sisa banyak dari tahun-tahun sebelumnya yang telah diakumulasikan (terlalu rajin bekerja, hahaha), hasilnya harus di 'habiskan' sebelum April 2018 ini. Lumayan sisa 2 hari. kan sayang banget kalo 'hangus' begitu saja.

Akhirnya terlintas ingin liburan ke Banyuwangi, kerumah Om (dari Bapak), kebetulan April 2017 lalu sempet dijanjiin Riki (sepupu) mau nemenin ke Ijen. Okelah, mumpung ada kesempatan juga kan. Mengurus 'proposal' ijin mau ke Ijen tgl 15 Februari - 17 Februari 2018 (kebetulan ada tanggal merah Imlek & hari minggu) ke Bapak&Ibu, allhamdulillah langsung ACC. Lalu ijin ke Ibuk Manager, allhamdulillah ACC juga, sempet khawatir gak boleh karena kan sudah mulai masuk bulan-bulan sibuk mempersiapkan SPT Tahunan. Ijin sudah didapat, berniat berangkat sendirian, (kelamaan kalo nunggu temen, ada yang bisa gak bisa, endingnya gak jadi berangkat), ternyata Adikku (Fina) mau ikut, dia butuh rekreasi juga katanya. hehehehe....

Kawah Ijen adalah sebuah danau kawah yang bersifat asam yang berada di puncak Gunung Ijen dengan tinggi 2.443 meter di atas permukaan laut dengan kedalaman danau 200 meter dan luas kawah mencapai 5.466 Hektar. Danau kawah Ijen dikenal merupakan danau air sangat asam terbesar di dunia[1]. Kawah Ijen berada dalam wilayah Cagar Alam Taman Wisata Ijen Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Setiap dini hari sekitar pukul 02.00 hingga 04.00, di sekitar kawah dapat dijumpai fenomena blue fire atau api biru, yang merupakan keunikan tempat ini, karena pemandangan alami ini hanya terjadi di dua tempat di dunia yaitu Islandia dan Ijen. Dari Kawah Ijen, kita dapat melihat pemandangan gunung lain yang ada di kompleks Pegunungan Ijen, di antaranya adalah puncak Gunung Merapi yang berada di timur Kawah Ijen, Gunung Raung, Gunung Suket, Gunung Rante, dan sebagainya. (https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Ijen )

Persiapan sudah dilakukan 2 minggu sebelum keberangkatan, reservasi tiket kereta api via Tiket.com , kenapa? supaya bisa milih kursi, karena kita berdua ingin posisi dekat dengan jendela, harga tiket kereta api Malang - Banyuwangi Rp. 62.000,- / orang. Langsung beli sekalian untuk pulang pergi biar gak bingung. Allhamdulillah, pelayanan Kereta Api saat ini sangat nyaman, jadi Bapak Ibu gak khawatir kalo kita berdua pergi jauh. Sampai di Banyuwangi juga sudah dijemput oleh Riki (sepupu).

Keberangkatan Kereta Api dari Stasiun Kota Malang pukul 16.05, estimasi waktu sampai di Stasiun Rogojampi sekitar jam 23.00 (karena rumah saudara ada di Benculuk, lebih dekat dengan Stasiun Rogojampi daripada Stasiun Banyuwangi Baru).

Sesampainya di Benculuk sekitar jam 23.30, bersih-bersih badan (cucui muka, gosok gigi) lalu tidur. karena sudah lelah perjalanan selama 8 jam.

Esok harinya, jalan-jalan di daerah Djawatan Benculuk. Semacam tempat wisata untuk umum yang dikelola oleh Perhutani, tiket masuknya sekitar Rp. 5.000,- per orang. Karena Riki orang daerah situ, jadi kita masuknya gratis. hehehe....
Tempat wisata ini sudah ada perkembangan dari yang aku kunjungi April 2017 yang lalu. Sudah ada fasilitas Flying Fox, Persewaan Kuda, Delman, dll. Disekitarnya juga sudah banyak warung-warung. Hanya saja pengelolaannya yang kurang maksimal. Waktu aku kesana tempat persewaan Flying Fox tutup gak ada yang jaga, hanya Tukang Delman, untuk naik delman keliling 1 putaran Djawatan tarifnya Rp. 10.000,- , begitu juga untuk persewaan kuda tarifnya sama Rp. 10.000,-

Setelah puas keliling, swafoto di Djawatan, kita kembali kerumah Om. Mempersiapkan tenaga untuk perjalanan malam nanti ke Ijen. yeeyy....

Persiapan sudah kita lakukan, Jaket tebel, kaos kaki, sepatu, syal, jas hujan, senter, dan logistik makanan minuman (roti, fitbar, air mineral). Jam 22.00 kita berangkat dari Benculuk menuju Paltuding, dibutuhkan waktu sekitar 2 jam.Tapi karena jalannya lancar, sampai di parkiran Paltuding jam 23.30 plus dapat surprise tiba-tiba hujan deras. Duh... gak dapat Blue Fire ini nanti (batinku dalam hati). Akhirnya kita berempat (Aku, Fina, Riki, dan Ko Robby) memutuskan istirahat didalam mobil sambil menunggu loket masuk buka sekitar jam 01.00. Karena aku udah ngantuk, gak terbiasa melek sampe jam segitu, akhirnya langsung terlelap, udaranya semriwing gimana gitu apalagi pas hujan. Jam 00.30 bangun gegara Fina minta dianterin ke toilet. Allhamdulillah, hujan sudah reda.

Jarak dari parkiran mobil ke toilet lumayan jauh, ada di pojokan gitu, dan pastinya ngantri panjaaaaaang banget. sekitar 15 menit an nunggu Fina, balik lagi ke mobil dan mulai prepare berangkat. Memang ramai sih disana, banyak yang mendirikan tenda, turis domestik maupun mancanegara.

jam 01.00 teng kita memulai petualangan malam ini.

Gak ngerasa horror meski kanan kiri semak dan gelap karena banyak orang. As you know... baru beberapa meter perjalanan aku udah ngos-ngos an, padahal aku udah latihan fisik 2 minggu sebelumnya, ternyata masih kurang buat beginner macam aku ini. tracknya memang agak menanjak tapi gak yang tegak banget untuk rute awal. Untungnya, Riki dengan sabar menemani ku untuk istirahat sejenak sambil diselingi jokes receh, seperti :"Sulitan mana hayo meraih puncak atau meraih jodoh?" kan aku otomatis jadi pengen ketawa disela-sela kepayahanku, sedangkan Fina dan Ko Robby sudah jalan lebih dulu.Hal itu terjadi sampe di Pos Tengah / Pos Bunder. Berarti kita sudah setengah perjalanan.

 
 
Eits.. jangan salah, setelah pos tengah, jalannya lebih menanjak lagi bahkan ada yang seperti sudut siku-siku. huft... menguras tenaga. Bisa sih kalo yang gak mau capek-capek pake trolly penumpang, tapi tarifnya mehong sist... Rp. 400.000,- sekali angkut sampai puncak, dan itu ditarik sampai 3 orang, yang 2 orang menarik didepan (saat jalan menanjak), 1 orang lagi mendorong dibelakang. Aku gak mau ah, yang dicari kan memang prosesnya seperti ini.

Di Pos Tengah atau Pos Bunder



Setelah melewati jalanan menanjak itu, jalanan agak mendatar. Daaaannnn..... disuguhi pemandangan malam yang indahhh bangeeettt.... dilangit bertaburan bintang-bintang dan itu jelas banget. keren lah, sayang aku gak bawa kamera fotografi, jadi gak bisa mengabadikan moment itu.

Setelah kurang lebih 3 jam perjalanan, akhirnya kita sampai di puncak Ijen, tepatnya di bibir Kawah Ijen. Disana sudah banyak orang yang menawarkan masker safety, jika wisatawan ingin turun ke dasar kawah, biaya sewanya Rp. 30.000,- per masker. Karena aku penasaran dengan Blue Fire, akhirnya kita berempat memutuskan untuk turun kebawah, meskipun harus berhati-hati, karena aroma sulfur sudah terasa menyengat, belum lagi di sebelah kanan sudah jurang dan jalannya setapak itupun harus berbagi dengan para pengangkut Belerang. Dan benar saja, jalannya cukup mendebarkan, menguras tenaga, dan waktu. karena kita harus segera sampai dasar kawah jika ingin melihat Blue Fire karena sekitar jam 4 an Blue Fire akan tidak tampak lagi.

Kami tiba di bibir kawah sekitar pukul 04.30, dan Blue Fire nya gak jelas, hanya tampak kecilll... sekali. mungkin karena ini masih musim penghujan yah, memang di rekomendasikan mengunjungi Kawah Ijen bulan Juni-Agustus, saat musim kemarau.
Pemandangan Blue Fire yang hanya keliatan secuplik

Kami sekalian menunggu matahari terbit, dan Masya Allah.... Indaaaahhhh banget. Perpaduan sinar jingga diantara deretan gunung, dan warna danau asam yang hijau tosca. Kereeeen banget..... dan sudah mulai terasa dingin, semilir angin lumayan kenceng.


Sunrise Di Kawah Ijen


Danau Asam


Kami pun tak ingin ketinggalan moment ber swa-foto. Di saat asyik berfoto-foto, sekitar jam 05.30 angin bertiup kearah barat, dan angin itu membawa asap sulfur yang pekat, dan kita terlalu mengabaikan keselamatan, masker yang dari tadi menempel, dilepas ketika asyik berfoto. Akhirnya kita terjebak dalam asap sulfur yang pekat itu. Fina, adikku yang lebih aprah karena dia terlambat memakai maskernya, panik pasti, dia terus-terusan batuk, hingga ada yang menyarankan untuk minum air yang banyak dan matanya dibasuh dengan air. Sialnya, botol air minum dibawa Riki semua, kita terpisah, aku dan Fina, Riki dan Ko Robby.
Terjebak dalam Asap Sulfur yang pekat

Sambil terus berjalan menjauhi danau asam, kami bertemu dengan 2 orang Mahasiswa Pecinta Alam, gak tau dari Universitas mana, hanay saja aku liat jaketnya dari Mojokerto. Mereka menyarankan dan memberi permen mint, supaya gak terasa sesak ditenggorokkan. Fina ditemani salah satu diantara 2 orang itu, tidak lama kemudian kita bertemu dengan Riki dan Ko Robby, yang kaget dengan kondisi Fina yang benar-benar breathless sampe lemes.

Dua orang itu pun pamit, kami melanjutkan perjalanan. pelan-pelan sambil memberi semangat Fina untuk bertahan, panik, takut campur aduk saaat itu. Awalnya ingin meminta pertolongan ke para pengangkut belerang, tapi percuma, jalannya terjal, malah bahaya kalo Fina digendong.

Berjalan pelan-pelang sampai kami jadi rombongan terakhir yang ada didasar kawah. Akhirnya Sekitar jam 07.00 kami bisa sampai di puncak lagi. Allhamdulillah.....

Lega, seneng, plong... gitu rasanya.
Saat Turun Gunung


Selanjutnya perjalanan turun gunung, yang lebih melelahkan daripada Summit Attack.
Tapi kita disuguhi pemandangan pagi hari yang sejuk, indah, bener-bener menakjubkan ciptaan Allah.

Sekitar pukul 09.00 kami kembali di Paltuding dan langsung bergegas menuju Benculuk, pulang kerumah Om, untuk istirahat, dan menyimpan kenangan, drama di Ijen hari ini.

Kalo suatu saat nanti ada yang mengajak ke Ijen, aku mau lagi, tapi gak mau ke dasar Kawahnya. Cukup sekali aja, berat.... hehehehehe...

Terima Kasih Bapak Ibu sudah mengijinkan aku ke Ijen.

Memang bener kata orang-orang, harus ke Ijen minimal seumur hidup sekali. Biar gak nyesellll.... hehehe.....

Comments

Popular posts from this blog

PENGALAMAN PERTAMA KE SULAWESI SELATAN

Pengalaman Mengurus Pencairan Dana BSU (Bantuan Sosial Upah)

Liburan ke Eco Green Park Batu Malang